TUGAS 4 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK - Konsep Cash Basis toward acruall di Indonesia menurut PP No. 24 tahun 2005.


BAB I
PENDAHULUAN



1.1            Latar Belakang

Lahirnya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) telah membuat perubahan hebat terhadap pola pengelolaan keuangan pemerintah di Indonesia. Standar tersebut dikukuhkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas dana. Sekarang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang menggunakan basis kas, kas menuju akrual (cash towards accrual) sampai basis akrual.


BAB II
PEMBAHASAN

Standar Akuntansi Pemerintah memiliki dua  basis Penerapan yaitu :
1.        SAP Berbasis Kas
Basis Akuntansi yang digunakan dengan laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas dalam Neraca.
Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas di terima di Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau entitas pelaporan (PP No.71 tahun 2010).

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) menyusun SAP berbasis akrual yang mecakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran   ( budgetary reports), sebagaimana di cantumkan pada PSAP 2, dan PSAP berbasis akrual untuk pelaporan financial, yang pada PSAP 12 mempasilitasi pencatatan, pendapatan, dan beban dengan basis akrual.        
Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Perbedaan mendasar SAP berbasis kas menuju akrual dengan SAP berbasis akrual terletak pada PSAP 12 menganai laporan operasional. Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang di tanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus / deficit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/ kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan ( PP NO 71 Tahun 2010)

2.     SAP berbasis  Akrual
SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Basis Akrual untuk neraca berarti bahwa asset, kewajiban dan ekuitas dana diakui dan di catat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas di terima atau di bayar (PP No.71 tahun 2010).
SAP berbasis akrual di terapkan dalam lingkungan pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah, jika menurut peraturan perundang – undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan (PP No.71 Tahun 2010).
SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2010.
Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas Menuju Akrual tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
 
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Penyusunan laporan keuangan di pemerintahan merupakan suatu kegiatan wajib tahunan yang harus selalu dilaksanakan meskipun tidak dipungkiri bahwa hingga saat ini masih terjadi keterlambatan penyusunan laporan keuangan di beberapa pemerintah daerah. Hal ini disebabkan adanya perubahan basis akuntansi (dari kas menjadi akrual) dan masih kurangnya sosialisasi pemerintah pusat tentang pemberlakuan SAP baru yang diatur dalam PP No.71 tahun 2010. Hal tersebut mengakibatkan beberapa pemerintah daerah masih menggunakan PP No.24 tahun 2005 sebagai acuan penyusunan laporan keuangan.

TUGAS 3 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK - Menganalisis Laporan Keuangan Satu Daerah baik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.


Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945,Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2012, Pemerintah menyusun laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2012 dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut terdiri dari Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas. LKPP Tahun 2012 ini telah disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Lampiran II (PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual). LKPP Tahun 2012 ini disusun berdasarkan konsolidasian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

(1)


(2)
 

(3)

1.      (LRA) LAPORAN REALISASI ANGGARAN
LKPP
Laporan Realisasi APBN menggambarkan perbandingan antara APBN-P TA 2012 dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama periode 1 Januari 2012 - 31 Desember 2012.
Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah pada TA 2012 adalah sebesar Rp1.338,11 triliun atau 98,52 persen dari APBN-P. Sementara itu, realisasi Belanja Negara pada TA 2012 adalah sebesar Rp1.491,41 triliun atau 96,33 persen dari APBN-P. Jumlah realisasi Belanja Negara tersebut terdiri dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.010,56 triliun atau 94,49 persen dari APBN-P, dan realisasi Transfer keDaerah sebesar Rp480,65 triliun atau 100,39 persen dari APBN-P. Selain itu, pada TA 2012 terdapat Suspen Belanja sebesar Rp206,91 miliar.
Berdasarkan realisasi Pendapatan Negara, Hibah, dan realisasi Belanja Negara, terjadi Defisit Anggaran TA 2012 sebesar Rp153,30 triliun. Realisasi Pembiayaan Neto TA 2012 adalah sebesar Rp175,16 triliun atau 92,14 persen dari APBN-P, sehingga terjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp21,86 triliun.

Ringkasan Laporan Realisasi APBN TA 2012 dan 2011 dapat disajikan sebagai berikut.
Analisis: 
Sesuai dengan Pasal 44 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN TA 2012, Laporan Realisasi Anggaran pada LKPP dilengkapi dengan informasi pendapatan dan belanja berbasis akrual. Informasi tentang pendapatan dan belanja secara akrual dimaksudkan sebagai tahap menuju pada penerapan akuntansi berbasis akrual yang dilengkapi dengan informasi hak dan kewajiban yang diakui sebagai penambah atau pengurang nilai kekayaan bersih Pemerintah dalam penganggaran berbasis kas.



2. NERACA
Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan Pemerintah Pusat mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal 31 Desember 2012.
Jumlah Aset per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp3.432,98 triliun yang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp241,31 triliun; Investasi Jangka Panjang sebesar Rp932,41 triliun; Aset Tetap sebesar Rp1.895,50 triliun; Piutang Jangka Panjang (netto) sebesar Rp4,67; dan Aset Lainnya sebesar Rp359,09 triliun.
Jumlah Kewajiban per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp2.156,89 triliun yang terdiri dari Kewajiban Jangka Pendek sebesar Rp266,14 triliun dan Kewajiban Jangka Panjang sebesar Rp1.890,75 triliun.
Sementara itu, jumlah Ekuitas Dana Neto per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp1.276,10 triliun yang terdiri dari Ekuitas Dana Lancar sebesar minus Rp23,58 triliun dan Ekuitas Dana Investasi sebesar Rp1.299,68 triliun.

Ringkasan Neraca per 31 Desember 2012 dan 31 Desember 2011 dapat disajikan sebagai berikut.


3. LAPORAN ARUS KAS

Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama TA 2012 serta saldo kasdan setara kas pada tanggal 31 Desember 2012.
Saldo Kas Bendahara Umum Negara (BUN), Kas KantorPelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), Kas Badan Layanan Umum (BLU), dan Kas Hibah Langsung yang telah disahkan per 31 Desember 2011 adalah sebesar Rp107,84 triliun, sedangkan pada awal tahun 2012 terjadi koreksi tambah sebesar Rp0,31 triliun, sehingga saldo awal Kas BUN, Kas KPPN, Kas BLU, dan Kas Hibah Langsung yang telah disahkan tahun 2012 menjadi Rp108,15
triliun.
Selama TA 2012 terjadi penurunan kas dari aktivitas operasi sebesar Rp8,87 triliun, penurunan kas dari aktivitas investasi aset non keuangan sebesar Rp144,43 triliun, kenaikan kas dari aktivitas pembiayaan sebesar Rp175,16 triliun, penurunan kas dari aktivitas non anggaran sebesar Rp1,50 triliun, penurunan karena penggunaan SAL sebesar Rp56,17 triliun, dan penurunan karena penyesuaian pembukuan sebesar Rp0,76 triliun. Dengan demikian, saldo Kas BUN, Kas KPPN, Kas BLU, dan Kas Hibah Langsung yang telah disahkan per 31 Desember 2012 menjadi Rp71,58 triliun.
Selain kas di atas, terdapat RekeningPemerintah Lainnya sebesar Rp13,49 triliun, Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp0,21 triliun, Kas di Bendahara Penerimaan sebesar Rp0,20 triliun, Kas Lainnya dan Setara Kas sebesar Rp5,45 triliun, dan Kas pada BLU yang Belum Disahkan sebesar Rp0,08 triliun. Selama tahun 2012 terdapat deposito (Investasi Jangka Pendek) yang berasal dari Kas pada BLU yang telah disahkan sebesar Rp0,77 triliun, sehingga saldo akhir Kas dan Bank Pemerintah Pusat sebesar Rp90,24 triliun.

Ringkasan Laporan Arus Kas TA 2012 dan TA 2011 dapat disajikan sebagai berikut.


TUGAS 2 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK - Mengidentifikasi keputusan dan kebutuhan informasi bagi pengguna laporan keuangan di pemerintah indonesia.


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Salah satu upaya untuk mewujudkan  good government governance adalah dengan meningkatkan  transparansi  dan  akuntabilitas  pengelolaan  keuangan  negara.  Dalam pemerintahan  yang  transparan  dan  akuntabel  tentunya  ada  suatu  jaminan  bahwa  segala informasi atau peristiwa penting kegiatan pemerintah terekam dengan baik dengan suatu ukuran-ukuran yang jelas dan dapat diikhtisarkan melalui proses akuntansi ke dalam bentuk laporan  keuangan.  Melalui  laporan  keuangan  pemerintah,  informasi  yang  dibutuhkan berbagai  pihak  seperti  masyarakat,  para  wakil  rakyat,  lembaga  pengawas,  dan  lembaga pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan pinjaman, serta  pemerintah  itu  sendiri  untuk  pengambilan  keputusan  akan  dapat  disajikan  secara komprehensif.

BAB II
PEMBAHASAN

1.2  Pengertian Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi  yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah yang terdiri atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Permerintah Daerah (LKPD).
Laporan keuangan pokok menurut SAP adalah:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas
4. Catatan Atas Laporan Keuangan

Laporan keuangan Pemerintah untuk tujuan umum juga mempunyai kemampuan prediktif dan prospektif dalam hal memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan serta resiko dan ketidakpastian yang terkait.

Pengguna laporan keuangan pemerintah adalah:
1.     Masyarakat.
2.     Para wakil rakyat, lembaga pemeriksa dan lembaga pengawas.
3.     Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan    pinjaman.
4.     Pemerintah.

Adapun laporan keuangan pokok menurut SAP terbaru terdiri dari 7 (tujuh) komponen, yaitu laporan realisasi anggaran (LRA), laporan perubahan saldo anggaran lebih (laporan perubahan SAL), neraca, laporan operasional (LO), laporan arus kas (LAK), laporan perubahan ekuitas (LPE), dan catatan atas laporan keuangan (CaLK). Sementara itu, laporan keuangan pokok menurut PP No.24 tahun 2005 yang saat ini masih digunakan oleh beberapa kabupaten di Indonesia, hanya terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Komponen laporan keuangan tersebut akan membantu pemerintah dalam menyediakan informasi yang relevan untuk pengambilan kebijakan keuangan pemerintah.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Saat ini di Indonesia, informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah mengacu pada standar akuntansi pemerintahan (SAP) yang diatur dalam PP No.71 tahun 2010. Sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut, tujuan pelaporan keuangan pemerintah yaitu menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan, baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Pengambilan keputusan dalam pemerintahan tentunya didasarkan atas informasi-informasi relevan yang diperoleh pemerintah. Begitu pula dengan kebijakan keuangan yang diambil oleh pemerintah, yang seharusnya didasarkan atas informasi akuntansi atau laporan keuangan yang telah dibuat oleh pemerintah yang bersangkutan.
Di sektor publik, penelitian mengenai penggunaan informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah masih sangat kurang. Laporan keuangan yang dibuat oleh pemerintah lebih banyak berfungsi sebagai pertanggungjawaban dan pengelolaan dibandingkan untuk pengambilan kebijakan keuangan.


TUGAS 1 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK



BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Untuk melakasanakan reformasi manajemen keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diperlukan landasan hukum yang memadai dan andal. Pada th 2004 telah ditetapkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti UU Nomor 22 tahun 1999 dan UU Nomor 25 tahun 1999. Setelah perubahan dimaksud, produk hukum yang mendasari pengelolaan keuangan negara/daerah yaitu:
a.       UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
b.      UU Nomor 1 tahun 2004  tentang Perbendaharaan negara
c.       UU Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
d.      UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
e.       UU Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbanagan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
f.       PP Nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan badan layanan umum
g.      PP Nomor 24 tahun 2005 tentang standar akuntansi pemerintah
h.      PP Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah
i.        PP Nomor 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah

Tiga Undang-Undang pertama dikenal sebagai paket undang-undang dibidang keuangan negara.




BAB II
PEMBAHASAN


2.1Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

     Undang-undang Republik Indonesia no. 17 tahun 2003 yaitu undang-undang yang mengatur tentang Keuangan Negara. Undang-undang ini mulai diundangkan pada tanggal 5 April 2003. undang-undang ini berisi kan 39 pasal yang terdiri dari XI bab.
     Hal-hal yang terdapat dalam undang-undang ini meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
     Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional.
     Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
     Dalam pengelolaan Keuangan Negara digunakan asas-asas umum guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah, seperti : asas akuntabilitas berorientasi pada hasil, asas profesionalitas, asasproporsionalitas, asas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara, asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
     Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah.
     Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Implikasi :
Salah satu implikasi penetapan UU Nomor 17 Tahun 2003 adalah mulai diterapkannya anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting). Pendekatan ini diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran 2005. Penganggaran bebasis kinerja merupakan sistem perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Pemerintah Daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja keuanganpemerintah adalah aspek keuangan berupa Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).
     Penganggaran Berbasis Kinerja(Performance-Based Budgeting) merupakan bentuk penganggaran yang mengaitkan kinerja dengan alokasi anggaran. Pendekatan ini memiliki lima komponen penting (Depkeu, 2006), yaitu:
a.     Satuan Kerja; sebagai pengelola anggaran dan sebagai penanggungjawab pencapaian kinerja.
b.     Kegiatan; sebagai syarat utama dapat dibentuknya satuan kerja dan unsur dinamis yang mengarahkan untuk mencapai kinerja.
c.     Keluaran/Output; sebagai syarat utama ditetapkannya kegiatan dan sebagai ukuran keberhasilan suatu satuan kerja.
d.    Standar Biaya; sebagai upaya efisiensi dalam pemanfaatan anggaran untuk membiayai kegiatan dalam mencapai keluaran.
e.     Jenis Belanja; sebagai biaya masukan/input Penganggaran Berbasis Kinerja mencakup perubahan perspektif, yaitu (Benu, 2007):
·         dari kontrol input yang ketat menjadi kontrol manajemen output
·         dari kontrol kas yang ketat menjadi kontrol penggunaan sumber daya berdasarkan perencanaan yang strategis
·         dari memperlakukan warga sebagai subyek penerima pelayanan publik yang tidak memiliki hak memilih menjadi subyek pelayanan publik yang mempunyai hak memilih;
·         dari aktivitas pelayanan publik yang hanya bersifat rutin dan tidak berkesudahan menjadi aktivitas pelayanan yang harus selalu dinilai berdasarkan kinerjanya
·         dari kontrol anggaran yang cukup menjadi kontrol informasi yang ketat.
                                        







2.2Undang  Undang Republik Indonesia  Nomor 1 Tahun 2004  Tentang Perbendaharaan Negara

 Undang-undang Republik Indonesia no.1 tahun 2004 yaitu undang-undang yang mengatur tentang perbendaharaan Negara, yang berisi 74 pasal dan XIV bab.  Undang-undang ini disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada masa itu yaitu Megawati Soekarnoputri, di Jakarta, pada tanggal 14 Januari 2004.
Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Sesuai dengan pengertian tersebut, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara ini menganut asas kesatuan, asas universalitas, asas tahunan, dan asas spesialitas. Asas kesatuan menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. Asas universalitas mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. Asas spesialitas mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Demikian pula Undang-undang Perbendaharaan Negara ini memuat ketentuan yang mendorong profesionalitas, serta menjamin keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran.
Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu Undang-undang Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan Keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Implikasi:
·         diatur prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum mendapat perhatian yang memadai.
·         Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Karena, Pada saat ini laporan keuangan pemerintah dirasakan masih kurang transparan dan akuntabel karena belum sepenuhnya disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang sejalan dengan standar akuntansi sektor publik yang diterima secara internasional. Pada saat ini laporan keuangan pemerintah dirasakan masih kurang transparan dan akuntabel karena belum sepenuhnya disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang sejalan dengan standar akuntansi sektor publik yang diterima secara internasional.




2.3Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Undang – undang ini terdiri dari 8 bab dan 29 pasal. Dasar pemikiran ditetapkannya undang – undang ini adalah untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu dilakukan pemeriksaan oleh suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pasal 23E UUD RI Tahun 1945.
Agar BPK dapat mewujudkan fungsinya secara efektif, dalam undang – undang ini diatur hal – hal pokok yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagai berikut:
1.      Pengertian pemeriksaan dan pemeriksa
2.      Lingkup pemeriksaan
3.      Standar pemeriksaan
4.      Kebebasan dan kemandirian dalam pelaksanaan pemeriksaan
5.      Akses pemeriksa terhadap informasi
6.      Kewenangan untuk mengevaluasi pengendalian intern
7.      Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut
8.      Pengenaan ganti kerugian negara
9.      Sanksi pidana

Implikasi:
yaitu, adanya wewenang BPK untuk memeriksa atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara, selain itu BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya telah diatur tersendiridalam undang-undang, atau pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan, serta BPK dapat menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui adakekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah.


2.4Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-undang ini terdiri dari 11 bab dan 39 pasal. Dasar pemikiran di tetapkannya undang-undang ini adalah Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV PembukaanUndang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.
          Implikasi:
a.      Bahwa keuangan negara merupakan salah satu unsur pokokdalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan mempunyaimanfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negarauntuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahterasebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b.      Bahwa untuk tercapainya tujuan negara sebagaimana dimaksudpada huruf a, pengelolaan dan tanggung jawab keuangannegara memerlukan suatu lembaga pemeriksa yang bebas,mandiri, dan profesional untuk menciptakan pemerintahan yangbersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme
c.       Bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang badan pemeriksaam keuangan sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan, baik pada pemerintahanpusat maupun pemerintahan daerah
d.      Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud padahuruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undangtentang Badan Pemeriksa Keuangan
Implikasi yang lainnya yaitu penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhiprinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum dan BPK yang ada di provinsi secara otomatis akan menyerap akuntan.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat ditampilkan dalam pencapaian kinerja sebagaimana komitmen yang telah ditetapkan. Melalui perbaikan kinerja, pemerintah dapat melakukan komunikasi dua arah dengan rakyatnya dalam rangka mencari titik temu pemecahan masalah-masalah yang terjadi. Dalam melaksanakan pembangunan nasional, pemerintah memiliki tiga peran penting yaitu pelaksanaan fungsi alokasi (berkaitan dengan alokasi faktor-faktor produksi), fungsi distribusi (berkaitan dengan masalah seperti pemerataan pendapatan), dan fungsi stabilitasi (berkaitan dengan stabilitas bidang ekonomi, moneter, politik, sosial, budaya, hankamnas, dan sebagainya), yang perlu didukung dengan mekanisme pengukuran kinerja yang baik.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah berupaya mewujudkan good governance di Indonesia. Upaya yang sedang sangat gencar dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah untuk menciptakan pemerintah yang bersih (clean government) dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penciptaan pemerintah yang bebas dari KKN merupakan hal yang niscaya mengingat korupsi menekan pertumbuhan iklim investasi di Indonesia selama ini.